Kamis, 12 September 2013

Kamu dan Puisi


Haruskah kubandingkan engkau dengan hari di musim panas?
Meski seni lebih indah dan lebih sederhana:
Kelopak mei telah digoyangkan angin menderu,
Kontrak musim panas tak mampu berlangsung lama:
Terkadang mata surga bersinar amat terang,
Dan sering semburat megahnya menghilang
Bila urusan kadang-kadang menyimpang dari keadilan
Lewat kesempatan, satu perubahan alam, tak seimbang;
Namun musim panas abadimu tak akan pudar,
Tidak juga keadilanmu hilang meskipun tertunda;
Tak akan pula kematian berdusta meski kau mengembara
Dalam bayang samarnya,
Ketika masuk ke dalam garis batas kekalahan yang juga
Terus berkembang;
Selama lelaki bisa bernapas, selama mata bisa melihat
Selama menjalaninya dan semua ini memberimu hidup.
(William Shakespeare)

         Andai saja itu punyamu yang kau persembahkan untukku, persembahan dari hati yang terdalam. Bila benar ingin aku membalasnya walau tidak seindah dan tak sesastra yang kau mau. Seperti cerita cinta kahlil gibran, bertukar rasa berbagi kerinduan dalam tiap-tiap carik kertas, selama bertahun-tahun. Bukan kiasan tentang cinta pada pandangan mata melainkan sesungguhnya tak dapat bertatap karna hati yang bicara. Ah! Mungkin aku saja yang begitu berharap. Menyaksi setiap gerak langkahmu, setiap hilang timbulnya dirimu, dalam batas cahaya hingga baris kegelapan. Aku masih bisa menerimanya, bagai matahari yang mengudara. Aku melihat dan memerhatikan, hingga aku tenggelam melepaskanmu dan esok terbit lagi. Aku tidak punya cara lain lagi, dan aku tidak bisa memahaminya secara lebih dan lebih lagi. Ini apa adanya karna duniaku terlalu sempit untuk dapat menjabarkan kata perkata maksudnya. Cuma sederhana, ‘aku senang bisa melihatmu, mengenalmu dan pernah berada di dekatmu’.
     Jangan hiraukan, si gadis ini. Biarkan ia menari sendiri, melantunkan lagu-lagu penggugah hatinya, berlarian, meloncat, serta tertawa. Biarkan aku melakukannya walau aku sudah tahu sama sekali ini bukan minatmu. Aku ingin sekali berada terus disini, tidak ingin pulang karna hanya disini aku dapat bergerak bebas. Aku tidak peduli tentang kegelisahanku ini, tentang jalan yang berliku ini. Tentang mereka yang membahana diatas duka nestapaku, tentang para penyusup yang bangga mendapati hakku. Aku tidak peduli, aku masih ingin disini, menari hingga habis gerak ragaku.

2 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

suka bgt postingan yg ini tik :')