Sementara senjaku lagi beradu,
jangan berbalik ke bayang samarmu. Senyummu, apalagi. Jangan usik aku karna
lenyapnya yang seketika. Aku telah terima detik kekalahanku, namun jangan pula
kau ikut dakwa aku dengan hadirmu yang semu. Begitu pun kisah hidupku, mulai
hambar lantaran siang kudapati seperti malam kelabu. Tak ada lagi kudapati
bintang yang berkelip warna-warni, atau matahari yang biasa ajak aku menari
kala sinarnya ingin pudar dilanda mendung. Jadi biarlah, tetap diruang yang
sesak ini aku terus dapatimu kendati tak ada berbalas. Karena, terkadang cahaya
matamu sudah cukup jadi balasan indah dari apapun yang aku inginkan.
Meski hati yang gusar ini selalu
mengelabui aku bahwa dunia adalah inti dari kekejaman yang sebenarnya. Memberi
pernyataan palsu tentang harapan serta mimpi yang dianggap percuma, padahal
selalu lama berdiri di ujung penantian menunggu dengan sabar jadi nyata.
Seperti buah yang terlanjur busuk sebelum aku memetiknya. Kau sudah cukup jadi
penawarnya, jadi tak perlu lagi aku mencari-cari.
Jika sampai waktunya, aku belum juga
temui siapa diriku, biarlah cinta yang sederhana ini tetap jadi temanku.
Merangkul kala aku terjatuh dan diam. Mengusap air mata yang suka mengalir
tanpa sengaja dibalik kelopakku yang sendu ini. Dan pinjami bahagia hingga aku
tersenyum kembali.
Mari kita bicara lagi, walau hanya
sepasang mata yang mampu berdialog dengan kata-kata seninya. Walau ditengah
kerumunan yang akan mengusik kita sehingga ada jarak yang terlalu lampau. Biar
kesastraannya muncul dari jejak kaki kita yang setengah berbekas ini.
Setidak-tidaknya kita mengerti bahasa kita ada disini. Mungkin ini akan jadi
kisah yang menarik, atau juga tidak. Jadi lembaran manis yang akan tertutup
lewat lembaran lain yang baru setelah tak lagi bersua. Dan kita ada diarah yang
berbeda, menuju pun sama sekali bukan dijalan yang sama.
Dan, atau nanti kita dapat bertemu
di masa yang tak kita duga sebelumnya. Di ruang dunia yang masih dipenuhi
dengan tumpukan awan mendung. Dan lagi, senyummu hadir bagai mentari yang
mengganti keredupan jadi sinar benderang untuk duniaku yang kecil ini. Terlalu
kecil, bahkan hingga aku tak pernah bisa menyimpan senyummu di saku terindahku.
Barang tuk hapus sepiku ketika hadirmu mulai menjauh. Setidaknya, laraku pergi.
Itu sudah cukup.
Bila duka menyapamu, jangan gentar
kumohon. Lihatlah, dengan mata hatimu. Dengarkan suara terkecil dari relung
jiwamu. Jangan lari, tetaplah disini, berdiri dan lawan badai yang senantiasa
merobohkanmu. Jadilah tonggak yang selalu kokoh, hantam yang jadi penghalangmu.
Jangan biarkan air matamu jatuh, karna itu terlalu berharga. Berikan
ketulusanmu, apapun itu dan darimanapun itu berasal. Berikan pada siapapun
selama itu semua mampu memberimu hidup lebih agung. Kau, sudah cukup jadi
alasanku mengapa masih juga aku disini, kuat melangkah diatas terjalnya jalan
hidup yang penuh liku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar