Ibuku adalah
seorang wanita berumur 47 tahun, berperawakan tidak gemuk dan juga tidak kurus.
Berambut pendek dan memiliki senyum yang memesona. Aku adalah ibuku ketika
muda. Ibuku masih terlihat cantik bahkan ketika ia tidak bersolek di depan
cermin. Tapi bukan tentang fisik ibuku yang akan aku ceritakan lebih lanjut
melainkan tentang sosok ibuku yang sebenarnya. Kehidupannya, kepribadiannya.
Ibuku
bersekolah hanya sampai tamat smp. Setelah itu ibuku mulai bekerja. Di umurnya yang
ke-20, ibu menikah dengan seorang lelaki berperawakan gagah yang berasal dari cirebon.
Aku masih ingat, ibuku sangat sangat cantik seperti bidadari saat menikah (aku
melihat album fotonya). ‘ayahku beruntung benar bisa mendapatkan ibu’ pikirku.
Perjalanan
rumah tangga ibu tidak berlangsung lama, mungkin sekitar 9 tahun. Itupun bisa
dibilang jumlah kotornya, karena ayah dan ibu sudah jarang bertemu lagi. Aku
tidak tahu pasti karena saat itu aku masih sangat kecil. Yang aku tahu, aku
jarang sekali melihat ayah di rumah sementara ibu bekerja sampai larut malam
jadi jarang juga ada di rumah.
Aku tidak
akan membicarakan betapa kesepiannya aku dan kakakku karena waktu itu kami
berdua dirawat oleh nenek. Ibu dari ibuku yang juga berwajah cantik. Tapi,
nenek sudah pergi meninggalkan kami saat aku berusia 5 tahun.
Ibu dan ayah
berpisah begitu saja. Tidak berdasarkan hukum ataupun ucapan dari keduanya
tentang ingin berpisah. Dari awal membangun rumah tangga, ayahku sudah jarang memberi
nafkah. Itu sebabnya ibu bekerja untuk menghidupi aku dan kakakku. Yang lebih
pahit adalah kelakuan ayahku yang suka mengambil uang simpanan ibu tanpa
sepengetahuan ibu.
Entah aku
harus menangis, marah atau kecewa pada saat itu. Ayah tega sekali. Yang aku
heran, tak pernah aku lihat ibu menangis atau marah kepada ayah. Atau mungkin
karena aku masih kecil (?) Jadi aku belum mengerti apa-apa.
Sampai pada
umurku jalan 6 tahun, ayah berdalih akan mencari kerja sebagai satpam. Lalu
hingga kini tak pernah aku dengar kabar lagi darinya. Ia seperti hilang di telan
bumi. Pada saat itu aku amat membenci. Aku tidak tahu apakah perasaan benci itu
pantas bagi anak seumuranku. Yang jelas aku sangat tidak suka dengan ayah.
Mungkin
selang beberapa bulan kepergian ayah yang katanya mencari kerja sebagai satpam,
nenek menghembuskan nafas terakhirnya dan pergi meninggalkan kami untuk
selama-lamanya.
Kami tinggal
bertiga—ibu, kakak dan aku. Aku tidak tahu ibu itu sebenranya tercipta dari
apa. Ibu punya jiwa dan raga yang benar-benar kuat. Bekerja dari pagi hingga malam
hari dan tak pernah aku melihat ibu mengeluh, bahkan sedikitpun. Ketika ada
masalah, ibu tidak pernah menangis. Ibu hanya terus-terusan bekerja untuk
menafkahi kami tanpa lupa kewajibannya juga di rumah. Sungguh sangat beruntung
dan juga merasa miris aku menjadi anak ibu L
Hingga tahun
berganti, ibu masih tetap jadi ibu yang dulu. Seorang wanita tangguh dan tak
kenal putus asa. Ibu, sungguh betapa hebatnya engkau.
Kesedihan
padamu akhirnya baru aku rasakan sejak aku beranjak remaja. Ibu mulai sering
bercerita tentang cerita masa kecil ibu hingga punya anak. Dan kesimpulanku ibu
tidak pernah bahagia. Terkadang aku menyesal terlahir kedunia. Menyesal karena
harus membuatmu banting tulang setiap hari. Maafkan aku ibu, aku menangis di
belakangmu.
Kepedihanku
yang iri melihat anak-anak lain di manja oleh ayahnya bahkan sangat tak perlu dibanding
dengan kepiluan yang ibu rasakan.
Aku terlalu
bodoh karena menangis melihat anak seusiaku pergi ke mall di gandeng ayahnya
lalu diberikan mainan baru ataupun perlengkapan sekolah. Terlalu bodoh untuk
iri kepada mereka yang pulang pergi sekolah diantar-jemput ayahnya. Ibu,
maafkan anakmu yang lemah ini yang tidak menuruni jiwa tangguhmu.
Dulu,
sebelum aku sebesar ini aku sering merasakan keirian itu.
Dan akhirnya
aku berpikir tentangmu, ibu. apa yang sebenranya aku irikan (?) padahal ibu
juga sering membelikanku makanan enak serta baju-baju yang bagus. aku merasa
hebat punya ibu sekaligus ayah dalam satu tubuh manusia. tidak, tidak ada yang
menandingi rasa banggaku.
Semakin aku
bernjak dewasa semakin aku berpikir tentangmu, ibu. Dulu, aku sering sekali
makan lebih banyak daripada ibu. Bahkan porsi ibu sengaja ibu sisakan untukku.
Lalu ibu makan apa (?). Aku rakus sekali >:-[
Dan ibu
selalu membelikan aku juga kakak baju yang bagus tapi, ibu sendiri tidak pernah
berli baju. Itu-itu saja pakaian ibu yang aku lihat ketika kami pergi keluar.
Ibu kok sperti itu :[
Bahkan
mungkin sampai aku dewasa seperti sekarang, ibu masih juga seperti itu. Aku
tidak akan pernah bisa menjadi wanita hebat sepertimu ibu, tidak pernah.
Ya tuhan..
Dengan cara apa aku bisa membahagiakan ibu (?)