Rabu, 21 Mei 2014

Bagaimana bisa...

Bagaimana aku dapat mencintai sementara kau yang lagi kesepian makin merana tak ada teman
Terpaku sendirian, cuma angin yang berlalu-lalang tapi tak pernah kau hiraukan
Bagaimana aku dapat mencintai sementara kau yang ditinggalkan bisa saja makin meradang
Sakitnya, hampanya, ‘apa aku mesti sendirian’ ‘mengapa dunia begitu kejam’ dan kau pun bertanya
Bagaimana bisa selama ini, aku merasakannya sementara aku tahu ada kau yang selalu mengasihi dan begitu saja tak ku acuhkan
Menungguku di muka pintu, rindu, melihat aku pulang
Memelukku, mencium keningku, dan berkata ‘kau bertambah besar’
Bagaimana bisa selama ini, aku menyimpan dan memeliharanya, baik, tumbuh subur dikelilingi bunga-bunga
Sementara aku mengerti, ya aku mengerti, jalanmu yang panjang, berliku dan penuh terjal tak pernah berwarna, marun apalagi toska
Kelabu mengusik pandangan, jauh dan melelahkan
Bagaimana bisa aku banyak berkata bukan buatmu, bukan bagimu
Rangkaian yang indah-indah, yang dibenakku bukan kamu, kutelantarkanmu seketika
Bagaimana bisa aku mencampakkanmu bahkan aku tak tahu
Aku mulai hilang dari masa lalu
Aku membencinya tapi Cuma air mata yang berlinang jika aku lihat kamu
Ternyata waktu lebih kejam, berjalan terus biar ditimpa hambatan
Kau tersiksa, aku bisa dengar isak tangis bahkan dari senyummu yang syahdu
Menyuruhmu untuk lupakan saat kau lagi tersedu-sedan
Dasar! Bisanya Cuma meninggalkan dan lari tak kelihatan
Lalu, ia yang dibenakku nyatanya maya, semu, aku bodoh
Aku juga kurang cinta, kurang kasih
Ah! Rasanya aku makin bodoh!
Biar kupeluk kamu, kucium keningmu, lalu kita bergurau seperti dulu
Di waktu itu, di saat yang jauh, lama berpaling dari ingatan
Tidak indah memang, tapi setidaknya menyisakan cerita dan dapat dikenang lagi
Itu akan lebih buruk jika kita coba untuk menodainya
Sudah sakit malah tambah dibuat sakit!
Cinta…
Mungkin kau tidak lagi menginginkannya
Di usiamu yang senja, ‘biar kuluputkan saja dari memori’ katamu dalam hati
Lalu, seandainya datang lagi, kau akan tertawa, diam, ‘jalannya sudah berbeda, aku telah menemui yang sebenarnya dari kehidupan’
Biar ku teruskan,
Masa lalu, aku sudah lebih dewasa sehingga rela melepasmu, mencabik sendiri jiwaku yang tak waras kala terasing dalam kesunyian
Mengharapkanmu kembali, bersamaku, berjalan hingga senja kini menghampiri kita
Tangisku makin meradang, pikiranku berkecamuk, gelisah, sesak tak bisa mengembus apalagi menghirup
Dan, kata-kata itu hanya bersembunyi dalam hati
Kini, kita tak perlu lagi mencari, berambisi
Datanglah sesukamu
Pergilah jika kau mau pergi
Ini masih jadi rumahmu dan akan selalu jadi rumahmu

Tidak ada komentar: