Adakalanya
sepi itu datang bukan karena kita ingin diperhatikan atau pun ditemani. Mungkin
kesepian itu berarti kita mesti datang, merayu, memerhatikan dan menemani.
Adakalanya juga memikirkan dan mengejar cita-cita dunia terus menerus membuat
kita merasa hampa, kosong. Selalu ada yang kurang ketika melakukan hal ini dan
itu. Senang, bahagia, gembira, memang kita merasakannya namun itu hanya sesaat.
Kita tidak pernah benar-benar bahagia, tidak pernah benar-benar merasa sukses
atau berhasil. Sejujurnya kita tahu apa sebabnya, apa yang kurang itu dan apa
yang kosong itu. Ibarat berjalan tapi tak pernah tahu kemana tujuannya.
Aku
merasakannya. Sebagai anak muda, sering aku merasakan kondisi seperti itu.
Kuliah lalu mengerjakan tugas, main bersama teman, menonton film kemudian
pulang karena kecapaian. Aku menikmatinya, sungguh. Aku tidak pernah merasakan
sebebas ini seumur hidupku. Aku benar-benar melakukan apa yang aku suka dan
inginkan. Sangat gembira karena hal yang terpenting adalah aku tidak
‘ketinggalan jaman’ lagi.
Setelahnya
aku berpikir, ‘apa yang aku dapatkan dari semua yang aku lakukan ini?’ aku
mulai merasakan kekosongan itu. Perasaan hampa yang benar-benar menusuk.
Perasaan yang hanya ada satu obatnya dan aku tahu itu.
Sebagai
seorang muslim, tentu aku shalat lima waktu dan puasa di bulan ramadhan. Segala
hal wajib dalam agamaku, aku kerjakan. Iya, aku mengerjakannya. Mengerjakannya
tanpa menikmatinya. Baru kali ini, baru disaat-saat sekarang ini. Satu hal yang
pasti ini adalah ujian bagiku.
Aku suka
sekali berpikir terlebih tentang apa yang baru saja atau dulu pernah aku
lakukan. Dulu, masih belum begitu lama sekali. Aku begitu rajin membaca quran,
tak pernah satu hari pun terlewat dengan tidak membaca quran. Rajin puasa dan
shalat sunah serata beramal. Satu kata yang pasti ketika aku melakukannya. Aku ikhlas
dan khusyuk.
Sekarang,
aku mulai jarang membaca quran. Puasa dan shalat sunah serta beramal tak pernah
aku dekati lagi. Aku merasa sangat bebas, benar-benar bebas. Bahkan burung di
angkasa sana tidak mungkin bisa mengalahkan rasa bebasku.
Rasa ikhlas
dan khusyuk tak pernah aku rasakan lagi. Membuatku kacau. Setelahnya aku hilang
arah. Tak tahu apa yang mesti aku lakukan. Tak tahu apa yang mesti aku tuju.
Astaghfirullah.
mungkin ini karena aku mulai jauh dari-Mu, sangat sangat jauh.
Hampa dan
kosong ternyata (memang) adalah ketika hatiku tak bergetar lagi saat menyebut
nama-Nya, khusyuk saat menyembah-Nya dan menangis saat berdo’a memohon
kepada-Nya.
Bukan dunia
yang membuat aku lupa segalanya melainkan diriku sendirilah yang ingin mengejarnya,
merasakan kesenikmatannya. Kebahagiaan itu bukanlah kebahagiaan karena
sebenarnya ia adalah ujian, ujian terberat dalam hidup.
Dunia dengan
segala keindahan yang ditawarkannya. Aku larut seperti garam dalam air. Kalau
sudah begitu akan lupa dengan yang namanya ‘mengejar akhirat’.
Mungkin pada
akhirnya, kesimpulannya adalah hanya cukup menikmati dunia tanpa perlu sangat
terlarut kedalamnya. Berjalan perlahan sembari terus dan terus mengingat Allah,
melakukan segala perintah-Nya dan belajar ikhlas serta khusyuk dalam beribadah
kepada-Nya.
Rawamangun –
Jakarta Timur
30 September
2015 Pukul 19:25