Bagaimana
aku dapat mencintai sementara kau yang lagi kesepian makin merana tak ada teman
Terpaku
sendirian, cuma angin yang berlalu-lalang tapi tak pernah kau hiraukan
Bagaimana
aku dapat mencintai sementara kau yang ditinggalkan bisa saja makin meradang
Sakitnya,
hampanya, ‘apa aku mesti sendirian’ ‘mengapa dunia begitu kejam’ dan kau pun
bertanya
Bagaimana
bisa selama ini, aku merasakannya sementara aku tahu ada kau yang selalu
mengasihi dan begitu saja tak ku acuhkan
Menungguku
di muka pintu, rindu, melihat aku pulang
Memelukku,
mencium keningku, dan berkata ‘kau bertambah besar’
Bagaimana
bisa selama ini, aku menyimpan dan memeliharanya, baik, tumbuh subur
dikelilingi bunga-bunga
Sementara
aku mengerti, ya aku mengerti, jalanmu yang panjang, berliku dan penuh terjal
tak pernah berwarna, marun apalagi toska
Kelabu
mengusik pandangan, jauh dan melelahkan
Bagaimana
bisa aku banyak berkata bukan buatmu, bukan bagimu
Rangkaian
yang indah-indah, yang dibenakku bukan kamu, kutelantarkanmu seketika
Bagaimana
bisa aku mencampakkanmu bahkan aku tak tahu
Aku mulai
hilang dari masa lalu
Aku membencinya
tapi Cuma air mata yang berlinang jika aku lihat kamu
Ternyata
waktu lebih kejam, berjalan terus biar ditimpa hambatan
Kau
tersiksa, aku bisa dengar isak tangis bahkan dari senyummu yang syahdu
Menyuruhmu
untuk lupakan saat kau lagi tersedu-sedan
Dasar!
Bisanya Cuma meninggalkan dan lari tak kelihatan
Lalu,
ia yang dibenakku nyatanya maya, semu, aku bodoh
Aku juga
kurang cinta, kurang kasih
Ah! Rasanya
aku makin bodoh!
Biar kupeluk
kamu, kucium keningmu, lalu kita bergurau seperti dulu
Di waktu
itu, di saat yang jauh, lama berpaling dari ingatan
Tidak indah
memang, tapi setidaknya menyisakan cerita dan dapat dikenang lagi
Itu
akan lebih buruk jika kita coba untuk menodainya
Sudah
sakit malah tambah dibuat sakit!
Cinta…
Mungkin
kau tidak lagi menginginkannya
Di usiamu
yang senja, ‘biar kuluputkan saja dari memori’ katamu dalam hati
Lalu,
seandainya datang lagi, kau akan tertawa, diam, ‘jalannya sudah berbeda, aku telah
menemui yang sebenarnya dari kehidupan’
Biar
ku teruskan,
Masa
lalu, aku sudah lebih dewasa sehingga rela melepasmu, mencabik sendiri jiwaku
yang tak waras kala terasing dalam kesunyian
Mengharapkanmu
kembali, bersamaku, berjalan hingga senja kini menghampiri kita
Tangisku
makin meradang, pikiranku berkecamuk, gelisah, sesak tak bisa mengembus apalagi
menghirup
Dan,
kata-kata itu hanya bersembunyi dalam hati
Kini,
kita tak perlu lagi mencari, berambisi
Datanglah
sesukamu
Pergilah
jika kau mau pergi
Ini
masih jadi rumahmu dan akan selalu jadi rumahmu
Bagaimana
aku dapat mencintai sementara kau yang lagi kesepian makin merana tak ada teman
Terpaku
sendirian, cuma angin yang berlalu-lalang tapi tak pernah kau hiraukan
Bagaimana
aku dapat mencintai sementara kau yang ditinggalkan bisa saja makin meradang
Sakitnya,
hampanya, ‘apa aku mesti sendirian’ ‘mengapa dunia begitu kejam’ dan kau pun
bertanya
Bagaimana
bisa selama ini, aku merasakannya sementara aku tahu ada kau yang selalu
mengasihi dan begitu saja tak ku acuhkan
Menungguku
di muka pintu, rindu, melihat aku pulang
Memelukku,
mencium keningku, dan berkata ‘kau bertambah besar’
Bagaimana
bisa selama ini, aku menyimpan dan memeliharanya, baik, tumbuh subur
dikelilingi bunga-bunga
Sementara
aku mengerti, ya aku mengerti, jalanmu yang panjang, berliku dan penuh terjal
tak pernah berwarna, marun apalagi toska
Kelabu
mengusik pandangan, jauh dan melelahkan
Bagaimana
bisa aku banyak berkata bukan buatmu, bukan bagimu
Rangkaian
yang indah-indah, yang dibenakku bukan kamu, kutelantarkanmu seketika
Bagaimana
bisa aku mencampakkanmu bahkan aku tak tahu
Aku mulai
hilang dari masa lalu
Aku membencinya
tapi Cuma air mata yang berlinang jika aku lihat kamu
Ternyata
waktu lebih kejam, berjalan terus biar ditimpa hambatan
Kau
tersiksa, aku bisa dengar isak tangis bahkan dari senyummu yang syahdu
Menyuruhmu
untuk lupakan saat kau lagi tersedu-sedan
Dasar!
Bisanya Cuma meninggalkan dan lari tak kelihatan
Lalu,
ia yang dibenakku nyatanya maya, semu, aku bodoh
Aku juga
kurang cinta, kurang kasih
Ah! Rasanya
aku makin bodoh!
Biar kupeluk
kamu, kucium keningmu, lalu kita bergurau seperti dulu
Di waktu
itu, di saat yang jauh, lama berpaling dari ingatan
Tidak indah
memang, tapi setidaknya menyisakan cerita dan dapat dikenang lagi
Itu
akan lebih buruk jika kita coba untuk menodainya
Sudah
sakit malah tambah dibuat sakit!
Cinta…
Mungkin
kau tidak lagi menginginkannya
Di usiamu
yang senja, ‘biar kuluputkan saja dari memori’ katamu dalam hati
Lalu,
seandainya datang lagi, kau akan tertawa, diam, ‘jalannya sudah berbeda, aku telah
menemui yang sebenarnya dari kehidupan’
Biar
ku teruskan,
Masa
lalu, aku sudah lebih dewasa sehingga rela melepasmu, mencabik sendiri jiwaku
yang tak waras kala terasing dalam kesunyian
Mengharapkanmu
kembali, bersamaku, berjalan hingga senja kini menghampiri kita
Tangisku
makin meradang, pikiranku berkecamuk, gelisah, sesak tak bisa mengembus apalagi
menghirup
Dan,
kata-kata itu hanya bersembunyi dalam hati
Kini,
kita tak perlu lagi mencari, berambisi
Datanglah
sesukamu
Pergilah
jika kau mau pergi
Ini
masih jadi rumahmu dan akan selalu jadi rumahmu