Jumat, 07 Oktober 2016

SINOPSIS NOVEL '2' (A novel by Donny Dhirgantoro)



Novel ini bercerita tentang perjuangan seorang anak perempuan demi melanjutkan hidupnya. Ia divonis mengidap penyakit genetik yang membuatnya memiliki tubuh yang besar dari lahir hingga dewasa. Bahkan karena penyakitnya ini berat badannya tidak pernah sekalipun menurun selama hidupnya, yang ada hanya berat badan yang kian hari kian meningkat. karena kondisi ini, Ia diperkirakan hanya berumur tidak lebih dari 25 tahun.
Namanya, Gusni Annisa Puspita. Ia adalah satu-satu dari anggota keluarganya yang memiliki badan besar. Tak heran kondisi ini membuat kejanggalan, karena benar saja keadaannya adalah dari faktor keturunan yang tidak biasa. Dari semua anggota keluarganya yang mengalami kodisi seperti ini, gusni adalah yang ketiga setelah dua kakak dari kakeknya. Itu artinya dalam kurun waktu yang sangat lama, penyakit seperti ini baru sekaranglah muncul lagi yaitu pada Gusni.
Selama 18 tahun, gusni hidup tanpa mengetahui penyakitnya. Yang Ia tahu hanyalah bahwa Ia berbeda dari anggota keluarganya yang lain. Hingga pada suatu malam, ayahnya memberi tahu keadaannya yang sebenarnya. Adik dari pemain bulu tangkis andalan indonesia— Gita Annisa Srikandi— ini lantas tak begitu saja menyerah pada penyakitnya.
Setiap pagi setelah Ia tahu mengenai penyakitnya, Gusni bangun lebih awal yaitu jam 5 pagi. Bergegas lari pagi dari rumah hingga gelanggan olahraga. Meskipun dokter berkata telah berbagai cara dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya selalu gagal, namun Ia tidak menyerah. Ia hidup dengan kepercayaan kepada impian-impiannya, buat apa Ia hidup jika Ia tidak berjuang demi mimpinya.
Sebelumnya, ketika Ia berumur sekitar sebelas, gusni telah mencoba bermain bulu tangkis. Ia sangat menyukainya, bukan karena ikut-ikutan kakaknya melainkan karena Ia terinspirasi dari Susi Susanti yang berhasil merebut medali emas pertama untuk Indonesia. Gusni, papa-mama dan Gita, waktu itu bersama-sama menonton pertandingan Susi Susanti. Gusni begitu senang melihat kedua orang tuanya yang bahagia, bangga melihat kemenangan Susi. Dari situlah, Gusni berniat membuat papa dan mamanya gembira dengan Ia bermain bulu tangkis. Namun dikarenakan dirinya yang jatuh pingsan setelah latihan, pada hari itu juga Ia dilarang untuk bermain bulu tangkis. Pada saat itu, Gusni belum mengetahui tentang penyakitnya.
Kini, setelah Gusni mengetahui penyakitnya. Ia putuskan untuk kembali bermain bulu tangkis dan meminta izin kepada papa-mamanya. Ia hanya ingin berjuang untuk hidupnya, lebih baik Ia pergi dengan berjuang daripada tidak sama sekali. Dengan bermodalkan pengalaman memegang raket nyamuk selama bertahun-tahun, kini Ia hanya diberkan latihan berlari setiap hari keliling lapangan oleh Pak Pelatih. Pelatihnya tahu bahwa Gusni hanya perlu menguatkan tubuhnya dengan lari sesering mungkin.
Semakin Ia berlari semakin kuat pula pertahanan tubuhnya. bukan hanya itu, cara bermain bulu tangkis Gusni juga terletak pada kekuatan bertahannya. Selain memberikan latihan berupa berlari keliling lapangan, pak pelatih juga memberikan latihan mengembalikan kok dari smash yang dilemparkan oleh temannya. Dengan begitu akan teknik pertahanan Gusni akan sering terlatih.
Berlatih seperti itu hingga berbulan-bulan. Akhirnya, Pak Pelatih memberi Gusni perlombaan pertamanya. Perlombaan yang diadakan tanpa sepengetahuan Gusni. Perlombaan tersebut dimenangkan oleh Gusni dengan skor 21-16. Gusni 21 dan Ria 16.
seiring berlalunya waktu, berat badan Gusni tak kunjung menurun biarpun hanya satu kilo. Gusni tetap tak menyerah. Terus dan terus Ia bermain bulu tangkis. Hingga akhirnya Pak Pelatih mempercayakan Gusni untuk ikut pada perlombaan Khatulistiwa Terbuka. Perlombaan yang akan berlangsung sekitar tujuh bulan lagi.
Pada perlombaan tersebut, tim nasional putri yang beranggotakan tujuh orang termasuk Gusni dan Gita, kakaknya mengalami masalah. Dua orang atlet muda yang juga baru memulai perlombaan mereka— seperti Gusni, pada khatulistiwa terbuka yaitu Fitri dan Nita mengalami cedera ketika perlombaan, hingga akhirnya tidak diperbolehkan untuk ikut pada perlombaan berikutnya. Tinggallah lima orang, salah satunya dalah Gusni dan Gita.
Perlombaan berlangsung cengang ketika Indonesia melawan Malaysia. Tiba pada saatnya Gusni dan Gita dipasangkan sebagai ganda putri di babak terakhir melawan pasangan malaysia, Ainun dan Reina Madjid. dengan sush payah dan kewalahan gita dan gusni menghadapi serangan bertubi-tubi dari ganda putri Malaysia tersebut.
Pada babak pertama dimenangkan oleh Malaysia, babak kedua dimenangkan oleh Indonesia dan pada babak terakhir dimenangkan oleh Indonesia. Walaupun skor mereka berbeda tipis, namun tim Indonesia membawa medali emas pada perlombaan khatulistiwa ini. Dan yang lebih menggembirakan lagi adalah Gusni dan Gita yang membawa kemenangan bagi Indonesia pada malam itu.
Pada akhirnya, meskipun kondisi Gusni belum sepenuhnya sembuh. Namun di lembar akhir novel diceritakan bahwa Gusni akhirnya menikah dengan Harry, teman masa kecilnya juga cinta pertamnaya dan para tokoh hidup dengan berbahagia.

Judu buku: 2
Penulis: Donny Dhirgantoro
Tahun: 2011

Nyai Combro



Langkahnya sudah mulai tergopoh-gopoh, matanya yang sipit jadi tambah sipit saat ia mesti terjaga di pagi buta begini. Sesekali tubuhnya terhempas gelap membiarkan dirinya sendiri terayun dalam kantuk, masih. Ringkih sudah tulang yang sekian puluh tahun berdiri tegap dan tak gentar selalu dalam kegiatan, setiap jam. Kini di umurnya yang sudah kepala enam, masih saja ia mesti tidur hanya empat jam sehari sedang sisanya ia pakai untuk mencari nafkah mencari uang untuk makan.
Dan sudah dua tahun belakangan ini ia memutuskan untuk berjualan saja ketimbang melakoni kerjaannya yang dulu menjadi pembantu rumah tangga, rasanya sudah sulit baik bagi tubuhnya yang kisut atau juga hatinya yang tak tahan lagi dengan segala caci maki yang ditujukan padanya setiap hari. Selalu saja ada yang dirasa salah padahal ia sudah mengerjakan segalanya dengan baik. Jadilah ia berjualan dan berkeliling menjajakkan jualannnya di sekitar tempat tinggalnya. Biasanya dengan bangun dan mandi pagi sudah bisa menghilangkan rasa sakit ditubuhnya namun hari ini rasanya lain, tubuhnya justru tambah lemas ditambah napasnya yang akhir-akhir ini sudah lagi tidak teratur. Tapi apakah ia mesti diam sementara darimana ia punya uang untuk makan. Kedua anaknya tak bisa lagi diandalkan bahkan untuk memberinya uang bulanan, pun tidak. Anaknya yang satu sudah berkeluarga dan ia pernah disuruh pergi saja dari kontrakan lantaran tambah merepotkan rumah tangga anaknya itu, satu tahun yang lalu sementara yang bungsu hingga umur kepala dua begitu malasnya bekerja dan sukanya hanya tidur makan saja dirumah. Kemudian ia paksakan,dan  mulai ia mencampurkan bahan lalu di uleni dan di bentuk satu persatu serta tak lupa memasukkan isinya yang selanjutnya ia goreng di atas minyak panas. Dinginnya pagi tetap tak bisa dielakkan meski dengan kepulan asap dari tungkunya, badannya tetap sedingin air sungai yang mengalir ditambah rintikan hujan yang tak henti-hentinya mengguyur sejak dua hari lalu, tambah dingin dirasanya.
“Nyai Combro”, begitu panggilan akrabnya. Rasa combro buatan Nyai yang khas sudah menjadi bagian hari bagi tetangga-tetangganya, syukurlah dagangannya selalu habis meski cuacanya yang tidak cerah seperti hari ini. Kesederhanaan rasa yang tidak ditambah bahan-bahan aneh layaknya para penjual diluaran menjadi faktor utama orang ingin membelinya dan itu terlihat pula dari wajahnya yang sejuk ‘seperti memancarkan kedamaian’, begitu kata salah seorang pelanggannya meski Nyai sudah keriput. Sementara menunggu hujan agak reda ia berbaring di pos dekat sekolah. Tinggal kira-kira lima belas lagi sisa combronya, dan itu sengaja disisakannya untuk anak-anak jalanan yang ia tahu jarang sekali makan setiap harinya.
Tibalah saatnya ia pulang, terlalu lama rasanya hari ini dijalani hingga mesti pulang setelah adzan maghrib berkumandang. Biarpun anaknya yang bungsu itu malas mencari kerja, tapi tetap ada sisi lain yang ia bangga pada anaknya. Pekerjaan rumah selalu dijalankan Tina, begitu panggilan anaknya dengan rapi dan tuntas termasuk hari ini ketika ia pulang. Anaknya itu sudah menyiapkan makanan di atas meja.
Tina memang terkadang sulit dimengerti maunya, ia berpikir lebih baik ia diam dirumah daripada mencari kerja diluar. Pernah Nyai menasehatinya untuk mencari kerja karena alasan Nyai tak bisa selalu menjaganya dan menghidupinya dengan umurnya yang sudah tua ini. Namun Tina selalu bertukas, ‘cari kerja sekarang itu susah, bu dan ibu kan tahu aku sering sakit bila terlampau lelah dan bila aku sakit pasti sembuhnya itu lama, bu’ dengan tangis ia mengakhiri kata-katanya,selalu saja.
Biar begitu Nyai tetap saja dalam kekhawatirannya walaupun sebenarnya ia menampakkan kepasrahan. Ia hanya takut dengan apa atau siapa dan bagaimana Tina hidup nanti kalau ia sudah tiada. Nyai teringat ketika Tina kecil, dulu suaminya belum meninggalkannya baru setelah Tina berumur lima tahun ayahnya pergi begitu saja tanpa alasan dan sekarang seperti hilang ditelan bumi. Suatu hari ia tak sengaja melihat suaminya itu memegang kendi kecil berisikan kemenyan lalu mengepul-epulkan asapnya ke wajah mungil Tina yang kala itu sedang tidur nyeyaknya. Ia bingung sebenarnya apa yang diperbuat suaminya itu, namun yang ia sesalkan dari pernikahannya itu adalah ternyata suaminya memiliki kebiasaan aneh yang sebelumnya tak pernah ia tahu ataupun suaminya katakan padanya salah satunya adalah menyimpan kemenyan beserta sesajen-sesajen seperti halnya seorang yang punya kekuatan atau sering dibilang dukun. Dan tiga tahun pernikahannya makinlah ia mendapati suaminya begitu sibuk dengan kerjaan yang digelutinya itu dari mulai pulang pergi selalu membawa daging mentah ataupula mengurung diri seharian dikamar serta uang yang tiba-tiba datang di depan rumah yang mana jumlahnya amat banyak namun setelah itu belum ada satu jam uangnya itu berubah jadi daun penuh ulat dan suaminya bilang, ‘aku salah mantra’. Seluruh tetangganya bahkan sudah lebih tahu darinya kalau ternyata suaminya memiliki ilmu hitam. Sebenarnya ia tidak begitu mempercayai berita itu karena setahunya sebelum ia menikah,suaminya itu rajin sekali beribadah namun entah mengapa makin lama nyata benar keanehannya dan jadilah sampai suatu ketika suaminya pergi tanpa kabar hingga di usia anak-anaknya yang sudah besar seperti sekarang ini.
Masih lagi, dalam napas yang tersendat dan semua yang dipikirnya tentang anak bungsunya itu. Dari kemarin hari rasa hatinya sudah tak enak seperti ada yang mengganjal, ia ingin ceritakan pada anaknya itu namun takut menambah beban baginya. Lalu pagi pun datang lagi,, kiranya tak ada hari ini tapi syukurlah ia masih diberi kesempatan Tuhan untuk hidup hari ini. Menjalaninya setengah hati, hari ini perasaan yang mengganjal itu masih tetap ada tapi sebagai pedagang ia tetap memancarkan wajah biasanya senyum dan ramah.
Dan sudah waktunya pulang, begitu oranye langit petang ini. Di gang rumah ia dapati bendera kuning, pikirnya ada salah satu tetangganya yang meninggal karna setahunya memang ada seorang kakek tua renta yang umurnya melebihi satu abad dan jelaslah tanah sudah menyebar bau ke tubuhnya. Tapi, bendera terakhir ada dirumahnya jadi artinya Tina. Begitu cepat Tina pergi meninggalkannya padahal sangkanya ia yang akan pergi lebih dulu daripada anaknya itu. Air matanya bercucuran kemana-kemana, namun tiba-tiba ia dapati sebuah kendi berukuran kecil dipojok bale dan berisikan kemenyan.

A stalking girl


There is a girl who loves to stalk. She begins to stalk one of her beautiful friends. She prefers to see her friend’s selfie photos. Then continues to Korean actresses and finally she hunts photos of beautiful girls from any social media everyday until becoming her daily activity. It has such already been a part of her life. She sees a girl’s photos exactly from facebook, twitter and instagram. Nevertheless she is actually a normal girl. She loves a boy and never has a feeling for a girl. She is just looking the photos as an art. Yet, sometimes she is also confused why she can’t stop this habit. The more she sees the more she feels the beauty. She becomes addicted.
NOW, she was a senior high school student of last degree, class three. She was having a new cellphone from her mother. It was a present because she took the first rank in her school. Then she started to make a facebook account. She was very happy and spent almost of her whole day for using facebook.
Till one day she found out a photo from a beautiful girl. It was in the future she realized that it was a photo of a friend of the same school yet from different classroom. The girl named Arindra.
She admired the photo. The girl’s smile and her face were so cute and beautiful, really. She couldn’t stop looking at the photo. Nonetheless she was finally lost that photo.
She used facebook as usual. Yet, she remembered the girl who had a beautiful face. The curiosity came in her. As she opened the notification, she found there was a name Arindra requested to be her friend. She acted ordinary and confirmed Arindra.
As several days went by. She opened her facebook account. She found at her timeline many photos of arindra’s. In fact, arindra was uploading her photo album of herself.
Named Dina, a girl who loved stalking. She looked arindra’s photos and begun admiring the photos. as she thought. arindra has a cute face and such different gorgeous style at her face. Then, Dina tried to looking at arindra’s other album photos. She found many more and looked one by one. She thought and thought. Arindra was really beautiful and gorgeous. She was addicted to look at arindra’s selfie photos then.

Kamis, 15 Oktober 2015

Curahan hati; untuk ibu


Ibuku adalah seorang wanita berumur 47 tahun, berperawakan tidak gemuk dan juga tidak kurus. Berambut pendek dan memiliki senyum yang memesona. Aku adalah ibuku ketika muda. Ibuku masih terlihat cantik bahkan ketika ia tidak bersolek di depan cermin. Tapi bukan tentang fisik ibuku yang akan aku ceritakan lebih lanjut melainkan tentang sosok ibuku yang sebenarnya. Kehidupannya, kepribadiannya.
Ibuku bersekolah hanya sampai tamat smp. Setelah itu ibuku mulai bekerja. Di umurnya yang ke-20, ibu menikah dengan seorang lelaki berperawakan gagah yang berasal dari cirebon. Aku masih ingat, ibuku sangat sangat cantik seperti bidadari saat menikah (aku melihat album fotonya). ‘ayahku beruntung benar bisa mendapatkan ibu’ pikirku.
Perjalanan rumah tangga ibu tidak berlangsung lama, mungkin sekitar 9 tahun. Itupun bisa dibilang jumlah kotornya, karena ayah dan ibu sudah jarang bertemu lagi. Aku tidak tahu pasti karena saat itu aku masih sangat kecil. Yang aku tahu, aku jarang sekali melihat ayah di rumah sementara ibu bekerja sampai larut malam jadi jarang juga ada di rumah.
Aku tidak akan membicarakan betapa kesepiannya aku dan kakakku karena waktu itu kami berdua dirawat oleh nenek. Ibu dari ibuku yang juga berwajah cantik. Tapi, nenek sudah pergi meninggalkan kami saat aku berusia 5 tahun.
Ibu dan ayah berpisah begitu saja. Tidak berdasarkan hukum ataupun ucapan dari keduanya tentang ingin berpisah. Dari awal membangun rumah tangga, ayahku sudah jarang memberi nafkah. Itu sebabnya ibu bekerja untuk menghidupi aku dan kakakku. Yang lebih pahit adalah kelakuan ayahku yang suka mengambil uang simpanan ibu tanpa sepengetahuan ibu.
Entah aku harus menangis, marah atau kecewa pada saat itu. Ayah tega sekali. Yang aku heran, tak pernah aku lihat ibu menangis atau marah kepada ayah. Atau mungkin karena aku masih kecil (?) Jadi aku belum mengerti apa-apa.
Sampai pada umurku jalan 6 tahun, ayah berdalih akan mencari kerja sebagai satpam. Lalu hingga kini tak pernah aku dengar kabar lagi darinya. Ia seperti hilang di telan bumi. Pada saat itu aku amat membenci. Aku tidak tahu apakah perasaan benci itu pantas bagi anak seumuranku. Yang jelas aku sangat tidak suka dengan ayah.
Mungkin selang beberapa bulan kepergian ayah yang katanya mencari kerja sebagai satpam, nenek menghembuskan nafas terakhirnya dan pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya.
Kami tinggal bertiga—ibu, kakak dan aku. Aku tidak tahu ibu itu sebenranya tercipta dari apa. Ibu punya jiwa dan raga yang benar-benar kuat. Bekerja dari pagi hingga malam hari dan tak pernah aku melihat ibu mengeluh, bahkan sedikitpun. Ketika ada masalah, ibu tidak pernah menangis. Ibu hanya terus-terusan bekerja untuk menafkahi kami tanpa lupa kewajibannya juga di rumah. Sungguh sangat beruntung dan juga merasa miris aku menjadi anak ibu L
Hingga tahun berganti, ibu masih tetap jadi ibu yang dulu. Seorang wanita tangguh dan tak kenal putus asa. Ibu, sungguh betapa hebatnya engkau.
Kesedihan padamu akhirnya baru aku rasakan sejak aku beranjak remaja. Ibu mulai sering bercerita tentang cerita masa kecil ibu hingga punya anak. Dan kesimpulanku ibu tidak pernah bahagia. Terkadang aku menyesal terlahir kedunia. Menyesal karena harus membuatmu banting tulang setiap hari. Maafkan aku ibu, aku menangis di belakangmu.
Kepedihanku yang iri melihat anak-anak lain di manja oleh ayahnya bahkan sangat tak perlu dibanding dengan kepiluan yang ibu rasakan.
Aku terlalu bodoh karena menangis melihat anak seusiaku pergi ke mall di gandeng ayahnya lalu diberikan mainan baru ataupun perlengkapan sekolah. Terlalu bodoh untuk iri kepada mereka yang pulang pergi sekolah diantar-jemput ayahnya. Ibu, maafkan anakmu yang lemah ini yang tidak menuruni jiwa tangguhmu.
Dulu, sebelum aku sebesar ini aku sering merasakan keirian itu.
Dan akhirnya aku berpikir tentangmu, ibu. apa yang sebenranya aku irikan (?) padahal ibu juga sering membelikanku makanan enak serta baju-baju yang bagus. aku merasa hebat punya ibu sekaligus ayah dalam satu tubuh manusia. tidak, tidak ada yang menandingi rasa banggaku.
Semakin aku bernjak dewasa semakin aku berpikir tentangmu, ibu. Dulu, aku sering sekali makan lebih banyak daripada ibu. Bahkan porsi ibu sengaja ibu sisakan untukku. Lalu ibu makan apa (?). Aku rakus sekali >:-[
Dan ibu selalu membelikan aku juga kakak baju yang bagus tapi, ibu sendiri tidak pernah berli baju. Itu-itu saja pakaian ibu yang aku lihat ketika kami pergi keluar. Ibu kok sperti itu :[
Bahkan mungkin sampai aku dewasa seperti sekarang, ibu masih juga seperti itu. Aku tidak akan pernah bisa menjadi wanita hebat sepertimu ibu, tidak pernah.
Ya tuhan.. Dengan cara apa aku bisa membahagiakan ibu (?)